0 Comment
(Foto: dok. Kemenpar)

Jakarta - Siapa bilang perang selalu menyebabkan korban jiwa? Di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, ada perang yang asyik dan jauh dari kesan menyeramkan.

Namun ini bukan perang sungguhan, melainkan sebuah tradisi masyarakat Lombok Barat yang sudah ada ratusan tahun. Tradisi yang dinamakan Perang Topat (ketupat) ini menceritakan damainya masyarakat Lombok Barat dikala mempraktikkan hidup dalam keberagaman. Islam dan Hindu menyatu tanpa ada ukiran dan konfrontasi. Yang muncul justru tradisi Perang Topat yang lestari sampai sekarang.

Semua kesan yang serba terbalik dari perang itu terasa dikala Perang Topat digelar pada Kamis (22/11) kemarin di Kompleks Pura Lingsar, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB). Perang Topat menjadi ajang perdamaian antar warga yang mempunyai keberagaman.


"Belakangan ini orang bicara Empat Pilar berbangsa, Pancasila, Undang-Undang Dasar 45, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI. Tapi hari ini kita tidak sekadar bicara. Kita beri pola kepada seluruh anak bangsa bahwa di kawasan ini kita praktikkan empat pilar tersebut. Perang Topat ini dilakukan dengan penuh kegembiraan oleh dua unsur agama dan suku, Islam dan Hindu, suku Sasak dan Bali," kata Bupati Lombok Barat Fauzan Khalid dalam keterangan tertulis, Jumat (23/11/2018).

Karena keunikannya, dua profesor dari University of Vienna pun melaksanakan penelitian mengenai tradisi tersebut.

Sementara itu Asdep Pemasaran I Regional III Kemenpar Muh Ricky Fauziyani menilai tradisi Perang Topat menjadi pelajaran wacana cara menjaga toleransi dan silaturahmi di antara dua suku dan agama di Lombok Barat.

"Lombok Barat beruntung punya tradisi adiluhung yang tinggi. Itu yang harus kita lestarikan," ujar Ricky.


Menteri Pariwisata Arief Yahya pun menyebut Lombok kaya akan tradisi dan budaya yang kuat. Lombok juga sudah ditetapkan sebagai satu dari 10 Top Destinasi dengan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika.

"Dan ada tradisi Perang Topat yang sudah diteliti universitas di Eropa. Ingat, wisman tiba ke Indonesia itu 60% alasannya yaitu culture, 35% alasannya yaitu nature, dan 5% alasan man made," paparnya.

Selain atraksi menarik, Lombok juga menyajikan panorama alam yang indah, pasir putih, bahari jernih dan biru, terumbu karang yang bagus, gunung, juga hutan tropis. Ia berpesan semoga budaya sanggup dilestarikan. Ibarat ikan, kalau dibudidayakan akan mempunyai nilai jual yang lebih tinggi.

"Ikan yang dilihat akan mempunyai nilai ekonomi yang lebih besar daripada ikan yang ditangkap. Ikan sekali tangkap, selesai. Ikan semakin dipelihara, dilihat orang akan mendatangkan devisa," pungkasnya.

Post a Comment

 
Top